Pages

Rabu, 22 Juni 2011

Dipoles Lebih Moderen, Omset Industri Jamu Naik 10%

 

Jakarta - Asosiasi Gabungan Pengusaha dan Obat Tradisional (GP Jamu) mencatat kenaikan omset industri jamu hingga 10%. Omset Industri Jamu Januari-Juni 2011 mencapai Rp 5,6 triliun lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang hanya Rp 5 triliun.

"Terjadi kenaikan 10%, ada penambahan pasar," kata Ketua GP Jamu Charles Saerang kepada detikFinance, Minggu (19/6/2011)

Charles menjelaskan kenaikan ini dipicu adanya perubahan pola pengemasan jamu oleh para produsen. Jamu kini sudah mulai dikemas dalam balutanan produk makanan minuman seperti teh, kopi dan lain-lain.

Selain itu, biasanya omset industri ini selama 6 bulan pertama lebih tinggi dari 6 bulan berikutnya. Para pedagang biasanya membeli dalam jumlah besar untuk disimpan sebagai persedian akhir tahun.

"Pengusaha mancari terobosan dengan kendaraan makanan dan minuman, tapi jamu sendiri nggak berkembang, lebih kepada produk aroma terapi, makanan dan minuman," jelasnya.

Ia menambahkan pada tahun 2010 lalu omset bisnis jamu mencatat kurang lebih Rp 10 triliun. Tahun ini diperkirakan ada sedikit kenaikan, namun serbuan jamu impor cukup membuat ketar-ketir para produsen jamu.

"Impor sampai sekarang masih tinggi. Rp 2-3 triliun per tahun, itu mengambil pangsa pasar kita. Mereka beriklan di surat-surat kabar, menjanjikan berlebihan," katanya.

Menurutnya jamu-jamu impor ini masuk ke semua segmen pasar dan jenis produk. Misalnya produk herbal impor pengobat kanker, herbal pelangsing tubuh, dan lain-lain. Charles berharap untuk menahan laju impor jamu ini pemerintah harus tegas dengan aturan impor dan pembinaan pada industri termasuk membantu penelitian jamu.

"Sampai sekarang nggak ada penelitian soal temulawak, jahe, kencur. Kalau itu ada maka hasilnya lebih mengena lagi," tegasnya.

Sumber: http://finance.detik.com/


Apel, Buah Paling Tercemar Pestisida


KOMPAS.com — Buah apel menduduki urutan pertama sebagai produk yang paling terkontaminasi pestisida dalam laporan yang dipublikasikan Environmental Working Group, kelompok advokasi kesehatan publik Amerika.
Laporan tersebut merupakan yang ketujuh yang menganalisis data pemerintah terhadap 53 buah dan sayuran untuk mengetahui hasil tanaman yang paling tinggi pestisidanya setelah dicuci. Untuk produk yang ternyata paling terkontaminasi, Environmental Working Group (EWG) merekomendasikan untuk memilih yang organik.
Buah apel naik tiga peringkat dari tahun lalu, menggantikan seledri yang sebelumnya menduduki urutan pertama dan kini turun di urutan kedua. Hampir 92 persen apel mengandung dua atau lebih pestisida.
"Mungkin apel diberi pestisida dan pembasmi jamur lebih banyak agar buah ini bisa awet lebih lama," kata analis EWG, Sonya Lunder. "Pestisidanya mungkin saja dalam jumlah kecil, tetapi kita belum tahu apakah ada efeknya dalam jangka panjang," lanjutnya.
Sementara itu, stroberi berada di urutan ke-3 dan anggur yang diimpor menempati urutan ketujuh. Di lain pihak bawang menjadi produk pertanian yang paling "bersih" dengan jumlah pestisida paling minim.
Produk pertanian yang masuk dalam daftar 12 paling terkontaminasi adalah apel, seledri, stroberi, buah persik (peach), bayam, nectarine (buah lokal AS), anggur, merica, kentang, bluberi, selada dan kale.
Ranking ini menggambarkan jumlah bahan kimia yang berada dalam makanan. Mayoritas bahan makanan yang diteliti ini sudah dicuci dan dikupas sebelumnya. Mencuci buah dan sayur dengan produk pencuci ternyata tidak cukup ampuh untuk menghilangkan pestisida karena zat kimia itu diserap oleh tanaman dan terletak di bawah kulit buah.
Mengonsumsi lima macam buah dan sayuran dari kelompok yang paling terkontaminasi berarti terpapar 14 jenis pestisida.
Untuk mereka yang tidak mampu membeli produk organik, Ken Cook, Presiden EWG, menganjurkan agar memilih buah lain sebagai alternatif. "Tidak bisa membeli apel organik, pilih saja nanas, avokad, atau mangga. Buah ini berada dalam urutan teratas sebagai buah paling minim kontaminasi," katanya.
Buah yang tergolong bersih adalah yang mengandung pestisida kurang dari 10 persen. Sayuran yang masuk dalam kelompok ini antara lain asparagus, jagung, dan bawang.
Berikut urutan 15 buah dari kelompok bersih sesuai urutan, yakni bawang, jagung, nanas, alpukat, asparagus, kacang polong, mangga, terung, cantaloupe, kiwi, kol, semangka, kentang manis, jeruk besar, dan jamur.
Paparan pestisida dari makanan yang diasup diketahui bersifat toksik pada sistem saraf, menyebabkan kanker, mengganggu sistem hormon dan menyebabkan gangguan otak pada anak. Ibu hamil juga disarankan untuk menghindari makanan yang tercemar pestisida.
Penelitian yang dilakukan tim dari Harvard School of Public Health menunjukkan anak-anak yang terpapar pestisida memiliki risiko lebih tinggi menderita hiperaktif (ADHD).


Sumber :USA Today

Rabu, 01 Juni 2011

Industri Sawit Sumbang Devisa Rp90 Triliun

Menteri Negara BUMN Mustafa Abubakar mengatakan, industri minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) nasional merupakan salah satu industri yang memberikan pendapatan devisa yang cukup besar bagi negara. Pada 2009, devisa dari industri CPO ditaksir mencapai US$10 miliar.
"China dan India menjadi pasar terbesar CPO. Itu menunjukkan CPO merupakan komoditas yang terus diminati dunia, terlebih di saat melemahnya kondisi ekonomi dunia," kata Mustafa di sela pemberian sertifikat pengelolaan perkebunan kelapa sawit secara lestari dan berkelanjutan (RSPO) dari TUV Rheinland, Malaysia Sdn Bhd kepada PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III di gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis 26 Agustus 2010.

Dia menjelaskan, selama ini kontribusi BUMN perkebunan bagi industri CPO nasional sangat signifikan. PTPN selama ini memproduksi sebanyak 2,9 juta ton CPO atau dua persen dari produk nasional pada 2009.

Namun, Mustafa mengakui, tantangan industri perkebunan CPO ke depan semakin berat. Hal itu terkait dengan upaya perusahaan untuk menyakinkan pemangku kepentingan (stakeholders) mengenai pengelolaan perkebunan yang lestari dan berkesinambungan. "PTPN diharapkan tidak hanya fokus pada laba, tapi juga keseimbangan ekosistem," katanya.
Direktur Utama PTPN III, Amri Siregar, mengatakan, tantangan perusahaan perkebunan ke depan adalah meyakinkan pasar bahwa pengelolaan dapat diselenggarakan secara lestari dan memperhatikan ekosistem.

PTPN III menerima sertifikat RSPO khusus untuk unit pengelolaan kelapa sawit di Sei Mangkei dengan rantai pasokan dari Kebun Rambutan, Kebun Dusun Ulu, Kebun Bangun, Kebun Gubung Pamela, dan Kebun Gunung Para.

Dengan sertifikat tersebut, PTPN III mengharapkan produk hulu dan hilir yang diproduksi perusahaan dapat memasuki pasar internasional lintas benua, khususnya Eropa sejak 2006.

"Sejauh ini, PTPN III adalah satu-satunya BUMN perkebunan yang menerima sertifikat dari RSPO tersebut," kata Amir.
•Sumber:  VIVAnews

Mendulang Laba dari Si Kuning Labu

Labu kuning atau waluh (bahasa Jawa) sejatinya adalah salah satu jenis buah yang tak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Tapi di Tanah Air, buah ini belum menjadi favorit sebagaimana terjadi di Eropa dan Amerika. Padahal, buah ini punya kandungan gizi yang syarat manfaat bagi kesehatan tubuh manusia, produk-produk olahannya juga berpotensi ekonomis tinggi.
Waluh, begitu orang Jawa menyebut buah yang tergolong sayuran ini. Sebagai sumber pangan, labu, begitu nama lainnya, tidaklah asing bagi masyarakat kita. Kendati pengolahannya masih sebatas itu saja. Padahal, buah dari tanaman merambat ini juga sumber serat kaya manfaat, terutama bagi kesehatan. Jadi, bukan sekadar memberi peragaman menu dapur.
Telah banyak bukti diungkap oleh para pakar gizi dan kesehatan tentang manfaat pumpkin, begitu orang bule menyebutnya, bagi kesehatan, seperti mengobati tekanan darah tinggi, arterosklerosis (penyempitan pembuluh darah), jantung koroner, dan diabetes mellitus (kencing manis), menurunkan panas, serta memperlancar pencernaan. Bahkan bisa pula untuk mencegah kanker.
Walau sepintas berasa “dingin”, tapi kandungan gizi buah yang bernama Latin Cucurbita moschata ini cukup beragam. Dalam setiap 100 gr labu kuning, namanya yang lain lagi, terkandung 34 kalori; 1,1 protein; 0,3 lemak; 0,8 mineral; dan 45 mg kalsium. Di samping juga serat, vitamin C dan vitamin A, serta air. Melihat kandungan gizinya yang sedemikian rupa, harap maklum bila olahan waluh sangat baik dikonsumsi dari anak-anak hingga orang tua. Apalagi, soal rasa tak perlu diragukan lagi.
Tapi, jika Anda melewati jalan raya antara Kota Salatiga - Kopeng, Kecamatan Getasan, Semarang pastilah sering menjumpai buah labu dalam ukuran besar teronggok di tepi jalan. Ketidakmampuan para petani mengolah buah labu menjadi produk makanan lain dan hanya menjualnya begitu saja membuat harga jualnya tidak tetap. Akibatnya, hasil panen buah labu seringkali hanya teronggok di tepi jalan menanti pembeli. Lebih buruk lagi, sebagian besar di antaranya hanya dijadikan makanan binatang ternak sapi.
Hal itulah yang menggerakkan hati Slamet (45), warga Desa Getasan RT 07 RW 01 Kecamatan Getasan, Semarang untuk memanfaatkan buah labu menjadi produk makanan yang lebih menarik dan bernilai ekonomis tinggi. Ayah dua anak ini mengolah labu menjadi makanan kering dalam kemasan dan menjadi makanan khas obyek wisata agro Kopeng, yakni geplak labu atau geplak waluh.
Bersama sang istri, Nanik Daryanti, Slamet mengembangkan pengolahan labu menjadi aneka kudapan ringan yang lezat. Panganan seperti geplak waluh, emping waluh, sirup waluh, bak pia waluh dan wingko waluh.
“Banyak orang yang meremehkan buah labu ini karena belum tahu bagaimana mengembangkannya. Tapi sekarang, warga di sekitar kami juga sudah banyak yang mengikuti usaha ini,” tuturnya.
Pasangan ini memulai usaha sampingannya sejak tahun 2002 lalu. Ketika itu Slamet dipercaya menjadi penyuluh lapangan dari Dinas Pertanian Kabupaten Semarang. Berbekal pengalamannya di lapangan itulah, dia memiliki pemikiran untuk mengembangkan usaha dengan memanfaatkan buah labu.
Kecamatan Getasan terutama di sekitar Kopeng yang terletak di Lereng Gunung Merbabu yang berketinggian 700-1.300 meter di atas permukaan laut (dpl) sangat cocok untuk areal pertanian termasuk budidaya labu. Karenanya, dia berharap usaha diversifikasi buah labu ini dapat berkembang dan terus meningkat. Pasalnya, produksi buah labu di sana sangat tinggi. Selain itu juga terkenal sebagai penghasil produk pertanian terutama jagung, tembakau dan sayur mayur.
“Harga labu memang labil. Pada bulan Maret-April saat musim tanam, harganya bisa mencapai Rp 1.200 per kg. Namun harga labu bisa jatuh mencapai Rp 600 per kg sewaktu panen. Malahan saat-saat tertentu harganya sangat rendah, cuma Rp 150 per kg,” papar Nanik.
Diakui oleh Nanik, awalnya bersama suami dia hanya sekadar mencoba memanfaatkan buah labu. Dari upaya coba-coba itulah justru memberikan penghasilan tambahan yang cukup besar. “Kami tidak menyangka ternyata pendapatan dari usaha ini cukup lumayan, malah justru lebih besar dari pendapatan suami saya sebagai PNS,” ujar Nanik sambil terkekeh.
Dalam satu hari, Nanik mengaku mampu membuat geplak waluh sebanyak 50 kg dari bahan dasar lima sampai delapan buah waluh. Makanan kecil dari labu ini banyak dipasarkan di sekitar Kota Salatiga, Ungaran dan Semarang. Dibantu warga sekitarnya, omzet bersih pengelolaan industri geplak waluh yang dipimpin Nanik mampu mencapai Rp 3 juta per bulan.

Omzet Rp 15 Juta Per Bulan
Masih di Semarang. Mengolah waluh untuk meningkatkan nilai ekonomisnya, sudah lebih dulu dilakukan C. Titiek Suryati ketimbang Slamet dan istrinya.  Sejak 1998 Titiek sudah memproduksi jenang dan emping waluh. Bersama dengan tujuh karyawannya yang dibagi menjadi tenaga masak, pemasaran, dan loper, setiap bulan dia menghasilkan 300 kg jenang waluh yang dijual dengan harga grosir Rp 18 ribu per kg dan harga eceran Rp 20 ribu per kg sampai Rp 22 ribu per kg.
Sedangkan untuk emping waluh yang berasa bawang, keju, barbeque, balado, dan pizza, setiap bulan ia memproduksi 600 kg, yang ditawarkan dengan harga grosir Rp 15 ribu per kg dan harga eceran Rp 18 ribu per kg hingga Rp 20 ribu per kg. “Saat sedang ramai pembeli, kami mampu memproduksi 500 kg sampai 600 kg jenang waluh per bulan dan 50 kg emping waluh per hari,” katanya. Dengan demikian, dalam sebulan, setidaknya Titiek meraup omset Rp 15 juta.
Lantas, apa bedanya jenang dan emping dari waluh ini dengan jenang dari ketan atau gula merah dan emping melinjo? “Jenang dan emping waluh kami tidak lengket di gigi ketika disantap dan bergizi. Selain itu, kandungan gula pada waluh, aman bagi penderita diabetes,” jelas Titiek yang melabeli produknya “Serasi”.
Namun, untuk menjaga kekentalan jenangnya dan keawetan produknya, dalam proses produksi, dia mencampuri waluh dengan gula pasir kualitas nomor satu, sehingga panganan yang dapat dijumpai di Ungaran dan Semarang ini mampu bertahan empat bulan hingga lima bulan.
“Serasi” yang berada di bawah bendera UD Adhie ini, dibangun dengan modal awal Rp 100 ribu yang digunakan untuk membiayai pembelian bahan baku dan bahan tambahan lain. Dengan berjalannya waktu, modal ini membengkak menjadi Rp 10 juta dan akhirnya Rp 25 juta rupiah.
“Soalnya, dulu, harga waluh cuma Rp 300 per kg, sekarang sekitar Rp 1.000 per kg. Padahal, kami membutuhkan 10 kg sampai 25 kg setiap kali berproduksi. Untungnya, waluh gampang dijumpai di Semarang,” ujar wanita yang mengaku sering menerima retur dan terpaksa membuang produknya karena terlanjur kedaluarsa.
Pada dasarnya, banyak bahan pangan lokal Indonesia yang mempunyai potensi gizi dan komponen bioaktif yang baik, tapi belum dimanfaatkan dengan optimal. Di duga, salah satu penyebabnya adalah keterbatasan pengetahuan masyarakat akan manfaat komoditas pangan tersebut. Waluh, termasuk komoditas pangan yang pemanfaatannya masih sangat terbatas. ins

 Sumber: http://www.surabayapost.co.id/

Pekan Produk Kreatif Digelar pada Juli


JAKARTA, Kementerian Perdagangan akan segera menggelar Pekan Produk Kreatif Indonesia (PPKI) pada 6-10 Juli 2011. PPKI nantinya akan bekerja sama dengan 12 kementerian dan lembaga terkait di mana tidak hanya berbentuk pameran, konvensi dan gelar seni budaya juga termasuk di dalamnya.
<a href='http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/ck.php?n=a194c574&cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE' target='_blank'><img src='http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/avw.php?zoneid=645&cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&n=a194c574' border='0' alt='' /></a>
"Melalui konvensi ini diharapkan dapat terbentuk sinergi dan kolaborasi di antara para pemangku kepentingan guna meningkatkan kualitas dan kuantitas creativepreneur di bidang ekonomi kreatif," kata Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan Hesti Indah Kresnarini.
Konvensi dalam PPKI tersebut diisi dengan kegiatan seminar, creativepreneur development, creadictive discussion, hingga panggung kreatif. Pada acara creativepreneur development, terdapat acara kontes rencana bisnis kreatif yang akan menggunakan fasilitas video untuk menunjukkan karya klip video kreatif oleh para creativepreneur.
Hesti mengatakan, PPKI yang telah berlangsung sejak tahun 2007 itu sebelumnya bernama Pekan Produk Budaya Indonesia (PPBI). Sejak itu, kajian ekonomi kreatif pun muncul hingga cetak biru pengembangan ekonomi kreatif untuk periode 2009-2025. Hal ini kemudian mendorong lahirnya Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif.
Selain PPKI, Kemendag juga menggelar sejumlah agenda terkait pengembangan ekonomi kreatif. Untuk tahun ini, Direktorat Jenderal PEN telah menjadwalkan 13 pameran luar negeri, 1 instore promotion, dan 6 misi dagang.
Pada 31 Juli-27 Agustus 2011, institusi ini akan mengadakan instore promotion di Harrods Department Store, London, Inggris. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan serupa pada tahun sebelumnya sekaligus menjadi persiapan kegiatan yang sama bersamaan dengan penyelenggaraan olimpiade di London. Tema yang diusung tahun ini untuk kegiatan tersebut adalah "Indonesia Creativescapes".
Sejumlah produk yang akan ditampilkan dalam ajang ini adalah busana, kerajinan, peralatan olahraga, alat musik, produk spa, serta makanan dan minuman. Selanjutnya, pada 2 Oktober 2011, Kemendag pun akan menyelenggarakan World Batik Summit (WBS) 2011. Kegiatan WBS nantinya akan diisi dengan konferensi, batik banquet, dan ekshibisi.
"Kegiatan ini bertujuan untuk mencanangkan Indonesia sebagai rumah batik dunia sekaligus bentuk rasa syukur atas diakuinya batik Indonesia sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO," ujarnya.
Khusus di bidang busana, Ditjen PEN bekerja sama dengan Femina Group akan menyelenggarakan Jakarta Fashion Week 2012. Rangkaian kegiatan JFW akan dimulai dengan workshop "Trend Research and Collection Development" yang telah diselenggarakan pada April lalu.
"Kami berharap JFW 2012 ini akan dihadiri oleh pencinta fashion, fashionista, buyers, media lokal dan internasional, hingga pemerhati mode. JFW 2012 akan dikemas sebagai bagian dari rangkaian kegiatan ASEAN Summit 2011 dan menghadirkan beberapa desainer dari negara-negara ASEAN yang telah menembus pasar internasional," ujar Hesti.

Sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com/
Terima Kasih atas kunjungan anda, semoga puas atas pelayanan kami